Minggu, 10 April 2011

Peran Kearsipan Wujudkan Good Governance

Menurut World Bank ada lima syarat untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), yaitu adanya efisiensi dalam manajemen sektor publik, menciptakan akuntabilitas publik, tersedianya infrastrukur hukum, adanya sistem informasi yang menjamin akses masyarakat terhadap inforrnasi yang berisi kebijakan, dan adanya transparansi dari berbagai kebijakan. Setidaknya sekarang ini pemerintah sedang berusaha mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Untuk mewujudkan harapan terse but harus didukung .oleh sistem administrasi pemerintahan yang efektif, akuntabel, tranparan. Meski saat ini pemerintah belum memiliki UndangUndang yang mengatur tentang adminstrasi pemerintahan maupun administrasi negara, akan tetapi usaha kearah pembangunan adminstrasi negara dan pemerintah terus dilakukan. Minimal sudah ada good will mempersiapkan RUU Administrasi Negara. Dalam konteks tranparansi informasi pemerintah juga telah menetapkan UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Publik (KIP). Administrasi Arsip Disadari atau tidak, salah satu indikator penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah administrasi pemerintahan. Suka atau tidak dalam melaksanakan administrasi pemerintahan setiap aparatur mesti bersinggungan dan bergelut dengan urusan arsip. Setiap menjalankan urusan arsip diperlukan manajemen kearsipan yang tepat.

Oleh karena itu, dalam sistem administrasi pemerintahan maupun manajemen modern, manajemen kearsipan memiliki posisi dan peran strategis, meski selama ini belum mendapatkan perhatian yang proporsional. Tidak ada arsip (dokumen), tidak akan ada administrasi. Sebaliknya tidak ada administrasi tanpa kehadiran arsip. Arsip dan administrasi ibarat dua sisi illata uang yang satu sarna lainya saling berkontribusi. Administrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya dukungan arsip. Sebaliknya, arsip akan tercipta seiring aktivitas organisasi. Makin besar aktivitas makin tinggi volume arslp yang diciptakan. Apa jadinya bila aktivitas organisasi/perorangan tanpa kehadiran arsip? Mungkin jawabnya sarna seperti yang dikemukakan Liv MykIand, dalam sebuah kongres kearsipan internasional tahun 1992, bahwa dunia tanpa arsip adalah dunia tanpa memo tanpa kepastian hukum, tanpa kebudayaan, tanpa ilmu pengetahuan, tanpa sejarah, dan tanpa identitas kolektif. Arsip adalah informasi terekam yang diperlukan setiap organisasi. Sesuai UU Nomor 7 tahun 1971, arsip adalah naskahnaskah yang dibuat atau diterima oleh badanbadan pemerintah atau lembaga Negara maupun swasta dan perorangan, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok dalam bentuk dan corak apapun yang dipergunakan untuk pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Pengertian ini identik dengan pengertian dokumen dalam UU Nomor 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan, maupun pengertian informasi public yang termuat dalam UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Menurut Elliot dalam buah karyanya Communication in History yang dimuat di media American Archivist menyatakan, arsip memiliki dua fungsi, yaitu fungsi masa depan. Arsip dapat dipakai sebagai alat persetujuan, nasehat, laporan, harapan, instruksi, perintah, dan pemberitahuan. Kedua, fungsi masa lampau, bahwa arsip dapat menjawab persoalan masa lampau, pertanggungjawaban, pemikiran/pengetahuan masa lampau, bukti pelaksanaa kegiatan Berta informasi.

Meski sangat penting, mengapa kearsipan kurang mendapatkan tempat yang proporsional dalam organisasi pemerintahan di Indonesia?


Image dan Apresiasi

Lemahnya urusan kearsipan di Indonesia secara umum dipengaruhi dan berpangkal dari lemahnya kesadaran kita terhadap masalah kearsipan. Kita baru tersadar dan bangkit saat urusan kearsipan menjadi urusan wajib sebagaimana diamanatkan PP 41 tahun 2007. Berpangkal dari rendahnya kesadaran akhirnya bermuara kebanyak sisi. Pertama, kita hanya melihat arsip dari sisi fisik bukan dari sisi informasi. Dampaknya pengelola arsip merasa dan dianggap sebagai penjaga gudang kertas yang seolah hanya bisa mendapat tambahan penghasilan dengan cara menjual kertaskertas bekas. Hadirnya UU KIP setidaknya telan menunjukkan esensi dasar sebuah arsip. Arsip yang selama ini tenggelam oleh aspek fisik mulai dilihat dari sisi informasi. Indikasinya pengertian informasi publik dalam UU KIP identik dengan pengertian arsip daJam pasal1 huruf a UU nomor 7 tahun 1971. Kedua, organisasi kearsipan, baik ditingkat pusat, provinsi, kabupaten/ kota, hingga unitunit kearsipan lembaga pemerintah belum mampu mengaktulisasikan kewenangan dan fungsinya sebagai penggerak (trigger) dalam pengembangan kearsipan, baik dalam pembinaan, deseminasi, pengembangan maupun penyelamatan informasi penting bagi bangsa ini. Sebelum PP 41 tahun 2007 lahir, urusan kearsipan hanya urusan penunjang pemerintahan. Ketiga, Sumber daya manusia ahli dan terampil di bidang kearsipan yang sangat terbatas. Keempat, persoalan kearsipan tidak secara langsung menyentuh kebutuhan dasarharian manusia, bahkan seakan juga tidak ada hubungannya dengan urusan pendidikan, sehinggabelum menjadi prioritas dan dianggap mendesak dalam pembangunan di In donesia, baik ditingkat pusat maupun daerah. Kelima kurangnya perhatian dan apresiasi organisasi terhadap urusan kearsipan. Persoalan kearsipan seakan hanya tanggung jawab lembaga kearsipan. Arsip baru dianggap penting dan sangat dibutuhkan saat organisasi mengalami kesulitan menemukan arsipnya. Keenam, lemahnya penegakan hukum terhadap penyimpangan dan penyalahgunaan dalam mengelola arsip. Akibatnya penghapusan arsip tanpa memenuhi ketentuan hukum dianggap hal yang biasa. Obsesi dan harapan kiranya perlu dicanangkan.

Langkahlangkah yang kiranya dapat dilakukan antara lain, pertama, memperkuat lembaga kearsipan dan unitunit kearsipan instansi.Membangun kearsipan tidak bisa hanya diserahkan pada lembaga kearsipan semata. Lembaga kearsipan tidak bisa berjalan dan hidup sendiri. Lembaga kearsipan harus bersinergi dengan lembagalembaga lain, baik itu lembaga pemerintah, swasta maupun perorangan. Banyak persoalan kearsipan ada di satuansatuan kerja pemerintah. Lembaga kearsipan, baik pusat maupun daerah dalam beberapa hal tidak cukup memiliki kewenangan masuk dalam wilayah lembaga atau satuan kerja pemerintah. Konsentrasi menjalankan tupoksi organisasi diharapkan tidak melenakan organisasi untuk menangani arsipnya secara baik dan benar. Ini berarti penguatan lembaga kearsipan dan unit kearsipan di satuan kerja pemerintah, baik secara intemal maupun ekstemal mutlak dilakukan. Kedua, paradigma arsip dilihat darl aspek fisik harus mulal diubah ke paradigma informasi, sehingga mindsetnya mengelola arsip adalah mengelola informasi. Arsip adalah aset organisasi. Salah satu indikasinya adalah setiap pemekaran wilayah di Indonesia, selalu disertai arsip/ dokumen bukti dukungan masyarakat terhadap pemekaran wilayah, dan apabila pemekaran sudah ditetapkan, maka pemerintah yang dimekarkan wajib menyerahkan arsip/dokumen yang berhubungan dengan pemerintahan baru hasil pemekaran. Ini adalah bukti bahwa arsip sangat penting bagi administrasi pemerintahan. Oleh karena itu aspek deseminasi peraturan kearsipan atau peraturan lain yang berhubungan dengan kearsipan, serta sisi lain dari kearsipan oleh lembaga kearsipan pusat dan daerah selayaknya perlu diperkuat dan diperluas. Tidak kalah penting adalah pembinaan dan pengawasan yang berkesinambungan. Pemanfaatan teknologi informasi di bidang kearsipan juga tidak kalah peran dalam perubahan mainset ini. Ketiga, Penyediaan SDM keirsipan yang profesional adalah kebutuhan. Penyediaan program llmu kearsipan di perguruan tinggi harus terus dikembangkan. SDM adalah penggerak, perencana, pelaksana, dan pengendali kegiatan lembaga. SDM diperlukan di setiap lini. Utamanya adalah SDM yang secara fungsional melaksanakan pekerjaan kearsipan, yaitu Arsiparis. Arsiparis adalah aset berharga yang perlu disediakan dan dipelihara eksistensi dan komitmennya. Arsiparis merupakan tulang punggung sekaligus menjadi wajah dalam pencitraan lembaga. Arsiparis yang berkualitas dan berkomitmen merupakan salah satu kunci keberhasilan lembaga. Keberadaan Arsiparis selayaknya menjadi bagian prioritas lembaga dalam memperkuat tugas dan fungsinya menjalankan peran di satuan kerja pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Selayaknya Arsiparis ada di Unit Kearsipan dan Unit Pengolah Arsip di setiap instansi. Keempat, untuk memberikan kemudahan pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan pengelolaan arsip diperlukan Standar operasional Prosedur (SOP). SOP adalah pedoman yang memuat mekanisme dan prosedur kerja setiap kegiatan atau penyelenggaraan kearsipan lembaga pemerintah. Jika di tingkat pusat setiap departemen bertanggung jawab membuat SOP untuk instansinya, maka sepantasnya pula setiap instansi provinsi maupun kabupaten/kota membuat SOP penyelenggaraan kearsipannya sendiri. Namun demikian hal tersebut tidak serta merta bisa dilaksanakan. Peran lembaga kearsipan provinsi yang bertugas membantu gubernur dalam pembangunan bidang kearsipan harus menjalankan peran optimal dalam mendesain, membuat dan menyediakan SOP penyelenggaraan kearsipan mulal dari tahap penciptaan surat, pendistribusian, pengklasifikasian informasi arsip, penggunaan dan pemanfaatan. Kelima, Apresiasi dan komitmen pimpinan instansi. Aspek ini sangat diperlukan dalam penyelenggaraan kearsipan. Kesungguhan staf pengelola atau arsiparis menangani arsip akan siasia apabila unsur pimpinan tidak memberikan dukungan konkrito Komitmen pimpinan diperlukan untuk menjaga kinerja dan komitmen SDM kearsipan, ketersediaan dana dan fasilitas kerja, pendorong penyelenggaraan kearsipan secara baik dan benar serta pengendali keteraturan penyelenggaraaan kearsipan di masingmasing satuan kerjanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar