Selasa, 29 Maret 2011

Mengenal Sejarah dari Arsip

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan mengamanatkan penyelamatan dan pemanfaatan arsip dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, khususnya dalam rangka pemanfaatan arsip, perlu diambil langkah-langkah strategis agar peranan arsip sebagai bahan pertanggungjawaban nasional dapat menyentuh secara langsung pada upaya-upaya pencapaian tujuan nasional.

Selain itu arsip pada dasarnya berperan juga sebagai memori kolektif bangsa, dan juga sebagai cermin jatidiri suatu bangsa. Dari khasanah arsip suatu bangsa dapat dilihat bagaimana sosok bangsa tersebut pada jamannya. Masyarakat internasional menyadari bahwa bangsa yang beradab adalah bangsa yang sadar akan jati dirinya. Dalam hal ini, masyarakat akan bersikap dan berperilaku terhadap arsip dengan cara yang jujur dan penuh rasa hormat. 

Dewasa ini Bangsa Indonesia menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks dalam upayanya menemukan format baru penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, banyak kalangan yang tertegun dengan wajah Indonesia saat ini. Benar demikiankah jati diri bangsa ini? Beranjak dari permasalahan tersebut, para pakar di bidang masalah sosial kemasyarakatan menganjurkan bangsa kita untuk bercermin pada masa lalu, untuk paling tidak merenung siapa sebenarnya kita ini. Ajakan tersebut tentunyalah ditujukan untuk semua lapisan masyarakat.

Untuk tujuan jangka panjang dan demi kelangsungan eksistensi bangsa di masa yang akan datang, gerakan untuk sadar akan jati diri bangsa melalui telaah terhadap memori kolektif lebih tepat jika ditujukan untuk para siswa pendidikan formal pada segala tingkatan, dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi karena pada merekalah nasib bangsa ini kita percayakan.
Dengan melatih mereka sejak dini bagaimana seharusnya memperlakukan arsip sebagai sumber informasi primer, diharapkan para siswa akan memiliki kemampuan mengkaji secara kritis peristiwa-peristiwa masa lalu yang pada gilirannya nanti akan memberikan gambaran yang jernih tentang sosok bangsanya, dan dengan demikian secara berangsur-angsur mereka akan memahami siapa dirinya. Pemahaman tersebut sangat penting bagi proses pendewasaan berpikir sekaligus mengasah kemampuan siswa dalam merumuskan solusi-solusi nyata bagi permasalahan bangsa pada saat ini maupun di masa yang akan datang.

Penggunaan arsip sebagai materi pendidikan akan membantu siswa dalam memahami sejarah secara lebih konseptual. Pertama, siswa akan menyadari bahwa kebanyakan tulisan sejarah merefleksikan interpretasi pengarangnya terhadap suatu peristiwa. Oleh karena itu, saat siswa menyimak suatu arsip, mereka akan mengenali sifat subjektif dari suatu tulisan sejarah. Kedua, melalui arsip para siswa akan secara langsung bersentuhan dengan kehidupan masyarakat pada masa lampau. Dengan demikian selama siswa menggunakan arsip sebagai sumber primer, mereka secara tidak langsung mengembangkan kemampuan analisisnya.

Bagi sebagian besar siswa, sejarah dilihat hanya sebagai sebuah pengetahuan bukan ilmu, karena berisi deretan fakta, tanggal, dan peristiwa yang biasanya dikemas sebagai sebuah buku pelajaran. Penggunaan arsip sebagai materi pendidikan akan mampu mengubah pandangan semacam itu. Manakala siswa menggunakan arsip sebagai sumber primer dalam memahami sejarah, mereka mulai merasakan bahwa buku pelajaran sejarah yang mereka pakai selama ini hanya merupakan salah satu interpretasi sejarah dan pengarangnya merupakan salah satu interpreter dari bukti-bukti sejarah.

Ketika para siswa secara langsung mengkaji arsip dan kemudian mencoba untuk membuat kesimpulan, mereka juga akan menyadari sifat subjektif dari kesimpulannya tersebut. Ketidaksepakatan di antara para siswa dalam menginterpretasi arsip tidaklah jauh berbeda dengan apa yang terjadi di antara sejarawan. Melalui arsip, para siswa dihadapkan pada dua kenyataan penting dalam pembelajaran sejarah. Pertama, arsip dari suatu peristiwa sejarah merefleksikan sudut pandang personal, sosial, politik, atau ekonomi dari para tokoh yang terlibat di dalamnya. Kedua, siswa memahami arsip dalam situasi personal serta lingkungan sosial di mana mereka hidup saat ini. Hal ini menyadarkan mereka bahwa sejarah lahir melalui interpretasi dan merupakan interpretasi yang tentatif sifatnya. Dengan menggunakan arsip siswa dari dini diajar untuk berbuat jujur dalam berkarya.

Arsip sebagai materi pendidikan akan menarik minat para siswa karena mereka berhadapan dengan suatu bukti yang nyata dan memberikan pengalaman yang personal sifatnya. Dengan menggunakan arsip secara langsung, siswa akan merasakan sentuhan langsung dengan para pelaku sejarah. Mereka akan terlibat dalam situasi emosional pada masa lalu.  

Penginterpretasian terhadap sumber sejarah juga akan membantu siswa dalam menganalisis dan mengevaluasi sumber-sumber informasi kontemporer, misalnya reportase media massa atau bahkan iklan sekalipun. Dengan menggunakan arsip sebagai sumber primer, siswa belajar untuk menyadari bagaimana sebuah sudut pandang dan prasangka bisa mempengaruhi interpretasi terhadap suatu bukti. Hal yang paling penting adalah kemampuan siswa untuk memahami dan menggunakan secara tepat sumber-sumber informasi yang ada. Pengembangan kemampuan tersebut tidak hanya penting untuk penelitian sejarah melainkan juga untuk keseluruhan masyarakat di mana masyarakat mampu mengevaluasi informasi yang dibutuhkan untuk pengembangan masyarakat yang demokratis.

Yang terpenting dari kesemuanya adalah bahwa dengan penggunaan arsip sebagai materi pendidikan, para siswa akan berpartisipasi dalam proses sejarah. Mereka akan berdebat dengan guru dan teman sekelas mengenai interpretasi suatu arsip sebagai sumber primer. Mereka akan berhadapan dengan kesimpulan-kesimpulan yang saling bertentangan dan akan mencari bukti-bukti arsip lain untuk mendukung kesimpulan masing-masing. Kelas akan menjadi arena yang hidup di mana para siswa akan saling menguji dan mempergunakan kemampuan analisisnya.


Minggu, 27 Maret 2011

Arsip Sebagai Sumber Informasi

Informasi menjadi kebutuhan mutlak bagi setiap organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Keseluruhan kegiatan organisasi pada dasarnya membutuhkan informasi.  Oleh karena itu, informasi menjadi bagian yang sangat penting  untuk mendukung proses kerja  administrasi  dan pelaksanaan fungsi-fungsi  manajemen dari birokrasi didalam menghadapi perubahan situasi dan kondisi yang berkembang dengan cepat.

Salah satu sumber informasi penting yang dapat menunjang proses kegiatan administrasi maupun birokrasi adalah arsip. Sebagai rekaman informasi dari seluruh aktivitas organisasi, arsip berfungsi sebagai pusat ingatan, alat bantu pengambilan keputusan, bukti eksistensi organisasi dan untuk kepentingan organisai  yang lain. Berdasarkan fungsi arsip yang sangat penting tersebut maka  harus ada menajeman atau pengelolaan arsip  yang baik sejak penciptaan  sampai dengan penyusutan.

Pengelolaan arsip secara baik yang dapat menunjung kegiatan administrasi agar lebih lancar seringkali diabaikan dengan berbagai macam alasan. Berbagai kendala seperti kurangnya tenaga arsiparis maupun terbatasnya sarana dan prasarana selalu menjadi alasan buruknya pengelolaan arsip di hampir sebagian besar instansi pemerintah maupun swasta. Kondisi semacam itu diperparah dengan image yang selalu menempatkan bidang kearsipan sebagai “bidang pinggiran” diantara aktivitas-aktivitas kerja lainnya.

Realitas tersebut dapat dilihat dalam berbagai kesempatan  diskusi dan seminar bidang kearsipan yang senantiasa muncul keluhan dan persoalan klasik seputar tidak diperhatikannya bidang kearsipan suatu instansi atau organisasi, pimpinan yang memandang sebelah mata tetapi selalu ingin pelayanan cepat dan tentu saja persoalan tidak sebandingnya insentif yang diperoleh pengelola kearsipan dengan beban kerja yang ditanggungnya.
Problema-problema tersebut tentu sangat memprihatinkan, karena muaranya adalah pada citra yang tidak baik pada bidang kearsipan. Padahal bidang inilah yang paling vital dalam kerangka kerja suatu administrasi. Tertib administrasi yang diharapkan hanya akan menjadi “omong kosong” apabila tidak dimulai dari tertib kearsipannya.

Dipandang dari nilai pentingnya arsip, semua orang akan mengatakan penting atau sangat penting bahkan seorang pakar kearsipan mengungkapkan bahwa dunia tanpa arsip adalah dunia tanpa memori, tanpa kepastian hukum, tanpa sejarah, tanpa kebudayaan dan tanpa ilmu pengetahuan, serta tanpa identitas kolekti. Tetapi tidak dengan sendirinya arsip-arsip akan menjadi memori, kebudayaan, jaminan kepastian hukum, bahkan pembangun identitas kolektif suatu bangsa jika tidak diikuti dengan upaya pengelolaan arsip secara baik dan benar serta konsisten memandang dan menempatkan arsip sebagai informasi lebih dari sekedar by product kegiatan organisasi.

Arsip memang bukan hanya sekedar hasil samping dari kegiatan organisasi, arsip diterima dan diciptakan oleh organinasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan disimpan sebagai bukti kebijakan dan aktivitasnya. Sebagai salah satu sumber informasi arsip memiliki banyak fungsi yang signifikan untuk menunjang proses kegiatan administratif dan fungsi-fungsi manajemen birokrasi, disamping sebagai sumber primer bagi para peneliti/akademisi.

Tipologi arsip bisanya dikaitkan dengan media penyimpan informasi arsip. Bentuk media arsip dapat berupa kertas, film, suara maupun elektronik. Secara rinci pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Arsip berbasis kertas (paper records) yaitu arsip-arsip berupa teks yang ditulis di atas kertas. Bentuk arsip bermedia kertas ini juga lazim disebut sebagai arsip yang bersifat konvensional.
b.   Arsip pandang-dengar (audio-visual records) merupakan arsip yang dapat dilihat dan didengar. Arsip pandang dengar dapat dirinci dalam 3 kategori:
1. Arsip gambar statik (static image), contohnya  foto.
2. Arsip citra bergerak (moving image), film, video, dsb.
3. Arsip rekaman suara (sound recording), kaset.  
c.    Arsip elektronik, merupakan arsip-arsip yang disimpan dan diolah di dalam suatu format, dimana hanya komputer yang dapat memprosesnya maka sering dikatakan sebagai machine-readable-records.Contohnya floppy disk, hard disk, pita magnetik, optical disk, cd rom, dsb.

Perlu juga dikemukakan di sini bahwa berdasarkan keunikan media perekam informasi arsip beberapa literatur kearsipan menyebut adanya  special format records atau arsip bentuk khusus. Contoh dari jenis arsip tersebut adalah arsip kartografi dan kearsitekturan, meskipun kedua corak arsip tersebut berbasis kertas, tetapi karena bentuknya yang unik dan khas, maka arsip-arsip tersebut merupakan arsip bentuk khusus yang dapat dibedakan dengan arsip tekstual lainya.


Mengelola arsip tidak semata-mata memperlakukannya dari sudut teknis pengelolaan media rekamnya belaka, melainkan dari sisi peranan arsip sebagai sumber informasi.  Dari sudut pandang ini maka nilai arsip akan mulai tampak berdaya guna, oleh karena diperlukan sebagai informasi.

Di dunia yang semakin kompleks ini, kegiatan apapun tidak lagi mengandalkan ingatan pelaksana atau pelakunya. Apa yang harus dilakukan adalah mengelola informasi melalui pengelolaan arsipnya. Benar kata pepatah bahwa memory can fail, but what is recorded will remain.

Beberapa alasan mengapa manusia merekam informasi; alasan pribadi, alasan sosial, alasan ekonomi, alasan hukum, alasan instrumental, alasan simbolis, dan alasan ilmu pengetahuan.
           
Lebih dari alasan-alasan di atas, dalam konteks organisasi atau korporasi saat ini perlu di garis bawahi  bahwa organisasi modern adalah organisasi yang bertumpu pada informasi (a modern organization is an information based organization). Arsip sebagai recorded information jelas menempati posisi vital dalam organisasi modern tersebut. Arsip akan dibutuhkan dalam seluruh proses kegiatan manajemen organisasi, dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
           


Sabtu, 26 Maret 2011

Profil ANRI

Arsip merupakan memori kolektif bangsa, karena melalui arsip dapat tergambar perjalanan sejarah bangsa dari masa ke masa. Memori kolektif tersebut adalah juga identitas dan harkat sebuah bangsa. Kesadaran akademis yang dilandasi oleh beban moral untuk menyelamatkan arsip sebagai bukti pertanggung-jawaban nasional sekaligus sebagai warisan budaya bangsa, dapat menghindari hilangnya informasi sejarah perjalanan sebuah bangsa serta harkat sebagai bangsa yang berbudaya.
Sadar akan hal tersebut, Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan membentuk Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai inti organisasi  Lembaga Kearsipan Nasional yang mempunyai tanggung jawab terwujudnya Tujuan Kearsipan Nasional, yakni menjamin keselamatan bahan pertanggungjawaban nasional tentang perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk menyediakan bahan pertanggungjawaban tersebut bagi kegiatan Pemerintah.

VISI
Menjadikan arsip sebagai simpul pemersatu bangsa.

MISI
1.     Memberdayakan arsip sebagai tulang punggung manajemen pemerintahan dan pembangunan;
2.      Memberdayakan arsip sebagai bukti akuntabilitas kinerja aparatur;
3.      Memberdayakan arsip sebagai alat bukti sah di pengadilan;
4. Melestarikan arsip sebagai memori kolektif dan jati diri bangsa serta bahan bukti pertanggungjawaban nasional;
5.   Menyediakan arsip dan memberikan akses kepada publik untuk kepentingan pemerintahan dan kemasyarakatan demi kemaslahatan bangsa.

KEDUDUKAN 
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.

TUGAS
Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

FUNGSI
1.      Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang kearsipan;
2.     Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas lembaga;
3.     Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang kearsipan;
4.    Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

KEWENANGAN
1.      Penyusunan rencana nasional secara makro di kearsipan;
2.    Penetapan dan penyelenggaraan kearsipan nasional untuk mendukung pembangunan secara makro;
3.      Penetapan sistem informasi di bidang kearsipan;
4.   Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:
1) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang kearsipan;
2) Penyelamatan dan pelestarian arsip serta pemanfaatan naskah sumber arsip.

Sejarah Lembaga Arsip

Landarchief (1892- 1942)

Lembaga kearsipan di Indonesia, seperti yang kita kenal sekarang ini, secara de facto sudah ada sejak 28 Januari 1892, ketika Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Landarchief . Pada tanggal tersebut dikukuhkan pula jabatan landarchivaris yang bertanggungjawab memelihara arsip-arsip pada masa VOC hingga masa pemerintahan Hindia Belanda untuk kepentingan administrasi dan ilmu pengetahuan, serta membantu kelancaran pelaksanaan pemerintahan. Adapun landarchivaris pertama adalah Mr. Jacob Anne van der Chijs yang berlangsung hingga tahun 1905.Pengganti Mr. Jacob Anne van der Chijs adalah Dr. F. de Haan 1905 - 1992 yang hasil karya-karyanya banyak dipakai sebagai referensi bagi ahli-ahli sejarah Indonesia. Pengganti de Haan adalah E.C. Godee Molsbergen, yang menjabat dari tahun 1922 - 1937. Pejabat landarchivaris yang terakhir pada masa Pemerintahan Hindia Belanda adalah Dr. Frans Rijndert Johan Verhoeven dari 1937 - 1942.
Pada masa pergerakan nasionalisme kebangsaan di Indonesia, terutama pada tahun 1926-1929, Pemerintah Hindia Belanda berusaha menangkis dan menolak tuntutan Indonesia Merdeka. Dalam rangka penolakan tersebut, Lansarchief mendapat tugas khusus, yaitu: ikut serta secara aktif dalam pekerjaan ilmiah untuk penulisan sejarah Hindia Belanda, serta mengawasi dan mengamankan peninggalan-peninggalan orang Belanda. Pada tahun 1940-1942 pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Arschief Ordonantie yang bertujuan menjamin keselamatan arsip-arsip pemerintah Hindia Belanda, yang isinya antara lain :
1.      Semua arsip-arsip pemerintah adalah hak milik tunggal pemerintah.
2.      Batas arsip baru adalah 40 tahun.
3.      Arsip-arsip yang melampaui masa usia 40 tahun diperlakukan secara khusus menurut peraturan-peraturan tertentu diserahkan kepada Algemeen Landarchief di Batavia (Jakarta) 


Kubonsjokan (1942-1945)

Masa pendudukan Jepang merupakan masa yang sepi dalam dunia kearsipan, karena pada masa itu hampir tidak mewariskan peninggalan arsip. Oleh karena itu, Arsip Nasional RI tidak memiliki khasanah arsip pada masa pendudukan Jepang Lembaga Kearsipan yang pada masa Hindia Belanda bernama Landarchief , pada masa pendudukan Jepang berganti dengan istilah Kobunsjokan yang ditempatkan dibawah Bunkyokyoku. Sebagaimana pegawai-pegawai Belanda lainnya, sebagian pegawai Landarchief pun dimasukkan kamp tawanan Jepang. Meskipun demikian, pada masa tersebut posisi Landarchief sangat penting bagi orang-orang Belanda yang ingin mendapatkan keterangan asal-usul keturunannya. Keterangan dari arsip tersebut diperlukan untuk membebaskan diri dari tawanan Jepang, jika mereka dapat menunjukkan bukti turunan orang Indonesia meski bukan dari hasil pernikahan.


Arsip Negeri (1945-1947)

Secara yuridis, keberadaan lembaga kearsipan Indonesia dimulai sejak diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 agustus 1945. Namun demikian tidak dipungkiri, bahwa keberadaan dan perkembangan Arsip Nasional RI merupakan hasil dari pengalaman kegiatan dan organisasi kearsipan pada masa pemerintah Kolonial Belanda (landarchief)  dan produk-produk kearsipannya. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, lembaga kearsipan (landarchief) diambil oleh pemerintah RI dan ditempatkan dalam lingkungan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, dan diberi nama Arsip Negeri. Keberadaan Arsip Negeri ini berlangsung sampai pertengahan tahun 1947 ketika pemerintah NICA datang ke Indonesia.


Landsarchief (1947-1949)

Sejak Belanda melancarkan agresi militer yang pertama dan berhasil menduduki wilayah Indonesia di tahun 1947, keberadaan Arsip Negeri diambil alih kembali oleh pemerintah Belanda. Nama Lembaga Arsip Negeri berganti lagi menjadi landsarchief  kembali. Sebagai pimpinan landsarchief  adalah Prof.W. Ph. Coolhaas  yang menjabat hingga berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) dan diakuinya kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia oleh Belanda pada akhir tahun 1949. Setelah itu lembaga kearsipan kembali ke tangan Pemerintah Republik Indonesia.


Arsip Negara (1950-1959)

Setelah Konperensi Meja Bundar  tanggal 27 desember 1949,  Pemerintah Belanda melaksanakan pengembalian kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia, termasuk  pengembalian lembaga-lembaga pemerintah. Sebagaimana tahun 1945-1947, landarchief ditempatkan kembali di bawah Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). Pada masa pengambilalihan Landarchief oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat, masih diusahakan konsepsi asli tentang statusnya sebagai Arsip Negeri RIS. Hal tersebut dimaksudkan agar arsip-arsip pemerintah pusat dapat disalurkan ke Arsip Negeri RIS. Namun demikian konsep Arsip Negeri itu tidak bertahan lama. Pada tanggal 26 April 1950 melalui SK Menteri PP dan K nomor 9052/B, nama Arsip Negeri berubah menjadi Arsip Negara RIS.  Sedangkan sebagai pimpinan lembaga Arsip Negara tersebut adalah Prof. R. Soekanto . Prof. R. Soekanto merupakan orang asli Indonesia yang pertama kalinya memimpin lembaga kearsipan Indonesia. Kepemimpinan Prof. R. Soekanto berlangsung selama enam tahun hingga tahun 1957. Sebagai penggantinya adalah Drs. R. Mohammad Ali, seorang sejarawan yang menulis buku Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Pergantian ini merupakan awal perubahan dasar dalam kepemimpinan di Arsip Negara, karena untuk pertama kalinya istilah Kepala Arsip Negara dipakai untuk jabatan tersebut. Nama Arsip Negara secara resmi dipakai hingga tahun 1959.


Arsip Nasional (1959-19677)


Arsip Nasional di bawah Kementerian PP dan K
 Pada masa kepemimpinan R. Moh. ali diupayakan berbagai usaha untuk meningkatkan peran dan status lembaga Arsip Negara. Langkah pertama yang diambil adalah memasukkan Arsip Nagara dalam Lembaga Sejarah pada Kementerian PP dan K. Perubahan itu ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri nomor 130433/5, tanggal 24 desember 1957. Berdasarkan SK menteri PP dan K nomor 69626/a/s nama Arsip Negara berganti menjadi Arsip nasional. Perubahan ini berlaku surut semenjak 1 Januari 1959.

Arsip Nasional di bawah Kementerian Pertama RI (1961-1962)
Perubahan kelembagaan Arsip Nasional tidak berhenti sampai di situ. Berdasarkan Keputusan presiden RI nomor 215 tanggal 16 Mei 1961, penyelenggaraan segala urusan Arsip Nasional dipindahkan ke Kementerian Pertama RI, termasuk wewenang, tugas dan kewajiban, perlengkapan materiil dan personalia, serta hak-hak dan kewajiban keuangan dan lain-lain. Tugas dan fungsi Arsip Nasional mengalami perluasan, sejak keluarnya Peraturan Presiden nomor 19 tanggal 26 Desember 1961 tentang Pokok-pokok Kearsipan nasional. Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, tugas dan fungsi arsip Nasional tidak hanya menyelenggarakan kearsipan statis saja, akan tetapi juga terlibat dalam penyelenggaraan kearsipan baru (dinamis).

Arsip Nasional di bawah Menteri Pertama Bidang Khusus. (1963-1964)
Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.188 tahun 1962, Arsip Nasional RI ditempatkan di bawah Wakil Menteri Pertama Bidang Khusus. Penempatan Arsip Nasional di Bidang Khusus dimaksudkan supaya arsip lebih diperhatikan, karena bidang ini khusus diperuntukkan bagi tujuan penelitian sejarah.

Arsip Nasional di bawah Menko Hubra (1963-1966)
Pada tahun 1964 nama Kemeterian Pertama Bidang Khusus berganti menjadi Kementerian Kompartimen Hubungan dengan Rakyat (Menko Hubra). Perubahan tersbeut disesuaikan dengan tugas dan fungsinya dalam mengkoordinasi kementerian-kementerian negara. Dengan bergantinya nama kementerian tersebut, otomatis Arsip Nasional berada di bawah kementerian yang baru tersebut. Di bawah kementerian ini, Arsip Nasional mendapat tugas untuk melakukan pembinaan arsip. Namun demikian, perubahan tersebut tidak mempengaruhi tugas dan fungsi Arsip Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden No.19 tahun 1961.

Arsip Nasional di bawah Wakil Perdana Menteri Bidang Lembaga-lembaga Politik (1966-1967)
Berdasarkan Keputusan Wakil Perdana Menteri No.08/WPM/BLLP/KPT/1966, Arsip Nasional ditempatkan di bawah Waperdam RI bidang Lembaga-lembaga Politik. Namun secara fungsional, Arsip Nasional tetap memusatkan kegiatan-kegiatan ilmiah dan kesejarahan.


Arsip Nasional Republik Indonesia (1967-Sekarang)

Tahun 1967 merupakan suatu periode yang sangat penting bagi Arsip Nasional, karena berdasarkan Keputusan Presiden 228/1967 tanggal 2 Desember 1967, Arsip Nasional ditetapkan sebagai lembaga pemerintah non departemen yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Sementara anggaran pembelanjaannya dibebankan kepada anggaran Sekretariat Negara.
Penetapan Arsip Nasional sebgai lembaga pemerintah non departemen diperkuat melalui Surat Pimpinan MPRS No. A.9/1/24/MPRS/1967 yang menegaskan, bahwa Arsip Nasional sebagai aparat teknis pemerintah tidak bertentangan dengan UUD 1945, bahkan merupakan penyempurnaan pekerjaan di bawah Presidium Kabinet. Dengan status baru tersebut, maka pada tahun 1968 Arsip Nasional berusaha menyusun pengajuan sebagai berikut;
1.      Mengajukan usulan perubahan Arsip Nasional menjadi Arsip Nasional RI
2.      Mengajukan usulan perubahan Prps No.19/1961 menjadi Undang-undang tentang Pokok-pokok Kearsipan
Usulan-usulan tersebut hingga masa berakhirnya kepemimpinan Drs. R. Moh. Ali (1970) belum terlaksana. Oleh karena itu Dra. Sumartini, wanita pertama yang menjabat sebagai kepala Arsip Nasional, berjuang untuk melanjutkan cita-cita pemimpin sebelumnya.  Atas usaha-usaha beliau, serta atas dukungan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, SH, cita-cita dalam memajukan Arsip Nasional tercapai dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1971, yang kemudian dikenal dengan Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan. Tiga tahun kemudian, berdasarkan Keputusan Presiden No.26 Tahun 1974 secara tegas menyatakan, bahwa Arsip Nasional diubah menjadi Arsip Nasional Republik Indonesia yang berkedudukan di Ibukota RI dan langsung bertanggungjawab kepada Presiden.  Dengan keputusan tersebut, maka secara yuridis Arsip Nasional RI syah sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Kebijakan ke arah pemikiran untuk penyempurnaan tugas dan fungsi Arsip Nasional RI diwujudkan pada masa kepemimpinan DR. Noerhadi Magetsari, yang menggantikan Dra. Soemartini sebagai kepala Arsip Nasional tahun 1991 hingga tahun 1998. Pada masa kepemimpinan beliau terjadi perubahan struktur organisasi yang baru dengan dikelurkannya Keputusan Presiden RI nomor 92 tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Arsip Nasional RI. Berdasarkan Keppres tersebut Arsip Nasional RI disingkat dengan ANRI. Perubahan yang cukup mencolok adalah pengembangan struktur organisasi deangan adanya Deputi Pembinaan dan Deputi Konservasi, Pembentukan Unit Pelaksana Teknis dan penggunaan istilah untuk Perwakilan Arsip Nasional RI di Daerah TK I menjadi Arsip Nasional Wilayah. Seiring dengan pengembangan struktur organisasi tersebut, beliau juga mengembangkan SDM di bidang kearsipan; yakni merekrut pegawai baru sebagai arsiparis. Oleh karena itu, pada masa tersebut jumlah arsiparis di ANRI meningkat drastis. Puncaknya adalah tahun 1995-1996, dimana jumlah arsiparis di ANRI Pusat mencapai 137 orang. Kepemimpinan Dr. Noerhadi Magetsari sebagai kepala Arsip Nasional RI berlangsung hingga tahun 1998. Sebagai penggantinya adalah Dr. Moekhlis Paeni (mantan Deputi Konservasi ANRI dan mantan Kepala ANRI Wilayah Ujung Pandang).

Pada masa kepemimpinan Dr. Moekhlis Paeni, beliau melanjutkan kebijakan kepemimpinan sebelumnya. Dalam rangka meningkatkan wujud sistem kearsipan nasional yang handal, beliau mencanangkan visi ANRI, yakni menjadikan arsip sebagai simpul pemersatu bangsa. Seiring dengan perkembangan politik dan pemerintahan di era reformasi, serta dalam rangka efektivitas dan efisiens, maka Presiden melalui Keputusan Presiden nomor 17 Tahun 2001 mengatur kedudukan, tugas dan fungsi, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah non departeman. Sehubungan dengan hal tersebut, struktur organisasi ANRI pun disesuaikan dengan Keputusan Presiden tersebut. 
Sejak dilantiknya Drs. Oman Syahroni, Msi. Tanggal 3 Juni 2003, melalui Keputusan Presiden Nomor 74/M/2003, Menggantikan DR. Mukhlis PaEni, Arsip Nasional Republik Indonesia mengembangkan Program Sistem Pengelolaan Arsip Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SiPATI) yaitu aplikasi pengelolaan arsip dinamis secara elektronik sesuai dengan trend perkembangan globalisasi informasi dimana hampir seluruh unit di kantor Pemerintah maupun Swasta telah menggunakan perangkat komputer. SiPATI ini telah di aplikasikan dibeberapa instansi Pemerintah Pusat.
Pada tanggal 6 Juli 2004 Drs. Djoko Utomo, MA dilantik menjadi Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 87/M/2004, tanggal 21 Juni 2004. Dalam masa kepemimpinannya Djoko Utomo, sebagai Kepala ANRI yang dibesarkan di lingkungan ANRI berusaha mewujudkan Visi dan Misi ANRI dengan berbagai program yang benar-benar disesuaikan dengan perkembangan globalisasi dan kebutuhan yang ada di lingkungan ANRI. Gedung layanan Publik yang berada paling depan yang merupakan ujung tombak layanan masyarakat direnovasi sedemikian rupan sehingga menimbulkan kenyamanan bagi pengunjung yang datang. Kerjasama Nasional dan Internasional digiatkan dalam rangka memajukan dunia kearsipan termasuk kerjasama dalam rangka pengirima pegawai ANRI untuk belajar di luar negeri.
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tidak hanya dilakukan di luar negeri saja, tetapi dilakukan juga di ANRI yaitu dengan memberikan kursus-kursus yang dapat meningkatkan pengetahuan pegawai sehingga bisa memberikan pengabdian terbaik kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi ANRI. Pengolahan dan pemeliharaan arsip-arsip statis tetap dilaksanakan dan ditingkatkan sambil terus mendorong dilaksanakannya program-program lain seperti program Citra Daerah, Citra Nusantara maupun program lainnya seperti program Sistem Informasi Jaringan Kearsipan Nasional. Syiar lembaga ANRI dan kearsipan pun terus dilakukan terutama melalui media, baik cetak maupun elektronik. Dengan demikian diharapkan masyarakat mengetahui tugas dan fungsi ANRI yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan kesadaran masyarakat untuk memelihara arsip nya. 


Pimpinan Arsip Nasional dari Masa ke Masa

1.      DR. R . Soekanto                   (1951-1957)
2.      Drs. R. Mohammad Ali         (1957-1970)
3.      Dra. Soemartini                     (1971-1992)
4.      DR. Noerhadi Magetsari      (1992-1998)
5.      DR. Mukhlis Paeni               (1998-2003)
6.      Drs. Oman Sachroni, MSi     (2003-2004)
7.      Drs. Djoko Utomo, MA        (2004 - Sekarang)










Kamis, 24 Maret 2011

Apa Itu Arsip?

 
Menurut asal kata, arsip berasal dari bahasa Belanda yaitu archief yang berarti tempat penyimpanan secara teratur bahan-bahan arsip : bahan-bahan tertulis, piagam, surat, keputusan, akte, daftar, dokumen, dan peta. (Atmosudirjo : 1982).

Arsip adalah naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh lembaga pemerintah, swasta maupun perorangan dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan. (Menurut UU No.7 Tahun 1971 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kearsipan)

Arsip dapat berasal dari berbagai bentuk, yaitu semua dokumen, kertas, surat, peta, buku (kecuali buku yang dikelola perpustakaan), microfilm, magnetic tape, atau bahan lain tanpa menghiraukan bentuk fisiknya dibuat atau diterima menurut undang–undang. (The Georgia Archeves (2004))

Menurut International standars Organization (ISO), arsip adalah informasi yang disimpan dalam berbagai bentuk, termasuk data dalam komputer, dibuat atau diterima serta dikelola oleh organisasi maupun orang dalam transaksi bisnis dan menyimpannya sebagai bukti aktivitas (ISO/DIS15489).

Arsip adalah dokumen dalam media yang mempunyai nilai historis atau hukum sehingga disimpan secara permanen. (Menurut Deserno dan Kynaston (2005))

Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.( UU No. 43 tahun 2009 Tentang Kearsipan)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa arsip merupakan informasi yang terkandung dalam berbagai bentuk berkas (lembaran kertas), file elektronik, maupun bentuk lain yang dibuat, diterima, atau dikelola oleh organisasi maupun perorangan dan menyimpannya sebagai bukti kegiatan.